Curug Dendeng Wisata Favorite Tasikmalaya “Bumi Pasundan lahir saat Tuhan tengah tersenyum, " tersebut pujian dari fenomenolog, psikolog, juga seseorang budayawan asal Belanda, Martinus Antonius Weselinus Brouwer. Serta satu diantara bukti keindahan alam Pasundan itu satu diantaranya dapat di nikmati di lokasi Tasikmalaya selatan. Namanya Curug Dengdeng. Pemandangan alam di daerah Tasikmalaya selatan ini walaupun belum dikerjakan optimal, tetapi jadi buruan beberapa netizen yang hoby wisata bertualang di alam terbuka.
Konon menurut masyarakat setempat, air terjun tempatwisataindonesia.id dahulu pernah juga digunakan jadi satu diantara persembunyian DI/TII. Tetapi itu hanya sepenggal histori yang pernah menghiasi curug ini. Saat ini, untuk Anda yang hoby wisata jarambah dengan kata lain blusukan ke lokasi wisata alam yang masihlah perawan, lokasi curug ini dapat jadi tujuan Anda untuk touring, bersepeda, atau gunakan mobil pribadi/umum. Janganlah lupa sebagai panduan penambahan, sediakan perlengkapan serta makanan plus waspada waktu ada di curug. Serta yang tentu janganlah buang sampah asal-asalan.
Seperti tempat wisata lain curug Aleh di Bandung Jawa Barat, Curug ini juga menaruh folklore berbentuk narasi legenda setempat. Konon, jaman jaman dulu pernah berlangsung pertarungan pada dua orang pangeran di curug ini. Perkelahian itu berlangsung pada Pangeran Jaya Laksana serta Pangeran Jaya Nalangsa. Keduanya mengadu elmu kanuragan. Siapa yang kalah jadi bakal terlempar ke sisi bawah curug, sedang pemenangnya bakal bertahan dibagian atas curug.
Pesona Keindahan Alam Curug Dengdeng
Membuat bedengan, hulu air terjun ini ada di Gunung Raja. Mengenai hilinrnya di Sungai Cimedang. Sungai yang berbuntut di pantai selatan. Lokasi Curug ini ada di Sungai Cikembang dengan panjang sungai lebih kurang 20 km dengan lebar sekitaran 30 mtr.. Curug yang tengah ngehits di sosial media ini mempunyai tiga umpak (tingkatan).
Tingkatan pertama memiliki ketinggian lebih kurang 13 mtr.. Tingkatan ke-2 tingginya 11 mtr. serta tingkatan ketiga setinggi 9 mtr.. Pemandangan alam dapat pengunjung saksikan dari tingkat bertama yang lumayan berarea luas. Pengunjung bisa nikmati keindahan alam aliran Sungai Cikembang. Gabungan aliran air nan bening plus hamparan sawah serta pohon kelapa di ruang lokasi air terjun jadi pesona sendiri.
Sesaat di tingkat dua, bakal tampak indahnya curug tingkat pertama. Sesaat, sisi paling bawas jadi arena untuk menjajal sensasi aliran Curug Dengdeng. Berikut satu diantara air terjun di Jawa Barat yang diproyeksikan dapat jadi satu diantara destinasi andalan di Tasikmalaya selatan. Tempatnya yang masihlah asri serta akses jalan yang tidaklah terlalu susah, jadi nilai plus curug ini. Pengunjung yang berziarah ke Pamijahan dapat meluangkan bertandang ke obyek wisata di daerah Cikatomas ini. Geliat potensi wisata Curug Dengdeng ini dapat memancing perkembangan ekonomi orang-orang setempat.
Rute Menuju Curug Dengdeng
Tempat nan eksotik ini memanglah mengundang beberapa penjajal wisata alam, tetapi akses menuju lokasi jadi tantangan sendiri. Lokasi Curug ini memanglah termasuk jauh dari pusat kota Tasikmalaya, tepatnya di Desa Tawang Kec. Pancatengah, Kab. Tasikmalaya. Bila Anda dari arah Bandung, keluar tol Cileunyi selalu ke arah Tasikmalaya. Di Tasik kota ke arah selatan menuju daerah Cikatomas.
Dapat pula lewat jalur Garut - Tasikmalaya lantas selalu ambillah arah ke selatan. Di Cikatomas sekitaran 30 menit dari kantor kecamatan. Yang memakai kendaraan umum dapat naik bus turun di Terminal Tasikmalaya. Dari sini memakai bus ke Cikatomas atau ke Cibuniasih, satu diantaranya TKM jurusan ke Cibuniasih serta berhenti di Cikatomas.
Sepanjang perjalanan ke arah Cikatomas-Pancatengah jalan berbelok-belok. Tetapi akses jalan raya cukup lancar dari Manonjaya menuju Salopa. Setibanya di Cikatomas ambillah arah kiri menuju Desa Tawang (sesudah SPBU). Jalan menuju Desa Tawang sampai ke lokasi cukup berat, jarak yang kurang dari 10 KM saja mesti ikhlas ditempuh nyaris 40 menit perjalanan yang melelahkan.
Kunjungi wisata lain di Jawa Barat : Pantai Pasir Putih Pangandaran
Di Desa Tawang ada jalan beraspal serta dari jalan paling utama, belok kiri lagi masuk rimba yang cukup rindang tetapi tidaklah terlalu lebat. Beberapa jalan di ruang ini telah disemen. Untuk membuat lancar perjalanan, Anda dapat ajukan pertanyaan pada masyarakat setempat. Hingga dekat lokasi Curug Dendeng Wisata Tasikmalaya , Anda dapat menitipkan kendaraan pada masyarakat setempat lalu jalan kaki sekitaran 1/2 jam menuju lokasi Curug Dengdeng.
Wisata Alam Jawa Barat
Objek wisata seru wisata alam Jawa Barat
Sabtu, 13 Agustus 2016
Rabu, 10 Agustus 2016
Wisata Curug Aleh di Bandung
Curug Aleh yaitu nama satu air terjun di lokasi Sarijadi Bandung. Curug ini di kenal angker. Banyak narasi mistik dipetik dari lokasi ini. Diluar itu curug ini sering jadikan arena arena ngalap pengetahuan.
Tidak banyak yang tahu kehadiran curug ini hal semacam ini karena tempatnya ada di lokasi hak punya orang lain. Walau demikian, lokasi air terjun Curug Aleh tak tertutup untuk umum. Siapa saja bisa masuk ke lokasi yang saat ini jadi punya perupa Nyoman Nuarta itu. Cuma saja, orang tak dapat dengan bebas keluar masuk lokasi ini. Terlebih mulai sejak satu tahun lebih ke belakang, di sekitaran curug ini jadi bengkel pembuatan patung raksasa Garuda Wisnu Kencana. Patung berikut yang lalu berdiri dengan megahnya di Pulau Dewata Bali.
Hulu aliran air terjun ini datang dari kaki Gunung Tangkuban Parahu di Lembang serta mengalir membuat aliran sungai Cibeureum. Uniknya, meskipun berlangsung krisis air akibat kemarau panjang, curug ini tidak pernah kering. Ketinggian curug ini sekitaran 7-10 m dengan kedalaman sungainya bekisar 70-100 cm
Legenda
Sebutan Aleh, di ambil dari nama seseorang tokoh disana pada jaman dahulu. Ia mati waktu bertapa di curug itu. Jasadnya tidak pernah diketemukan. Konon, tokoh sakti itu di ambil penghuni keraton gaib yang ada di sekitaran Curug.
Ada keraton gaib itu, tidak terlepas dari cerita seseorang lelaki bernama Aleh. Dia yaitu tokoh Sarijadi yang di kenal mempunyai kesaktian. Hobynya berkelana memperdalam pengetahuan kebatinan. Satu saat, Aleh bertapa di sekitaran curug. Beberapa orang di sekitaran curug yang tahu perbuatan Aleh bertapa. Tetapi hingga demikian saat, Aleh tidak pernah tampak lagi di kampung. Bahkan juga keluarganya juga tidak paham kehadiran Aleh.
Warga Sarijadi saat itu berusaha mencari Aleh bebrapa bila ia terjatuh ke basic curug. Tetapi hingga berhari-hari lamanya, Aleh tidak diketemukan. Hingga pihak keluarga serta orang-orang menyebutkan Aleh sudah hilang. Mulai sejak tersebut nampak desas-desus apabila badan Aleh di ambil oleh penghuni keraton gaib disana.
Lokasi
Terdapat di perbatasan pada kota Bandung dengan kabupaten Bnadung tepatnya di Desa Sarijadi, Kecamatan Sukasari, Kotamadya Kota Bandung, Jawa Barat.
Peta serta koordinat GPS : 6° 52' 36. 30 " S 107° 34' 26. 42 " E
Aksesbilitas
Akses jalan ke Curug Aleh ada dua yakni Jalan Sarimanah II (ke arah kanan) serta Jalan Sariasih I (ke arah kiri). Nah, maksud ke arah kanan serta ke arah kiri ini, sekarang ini di kenal sebagai Jalan Tirtasari. Sebelumnya hingga ditempat yang dituju (tempat berenang), kami kerapkali membersihkan muka di seke atau cinyusu. Ya, mata air demikianlah. Waktu itu, sekenya telah ditembok, jadi bukanlah berbentuk tanah lagi, namun airnya tetap masih mengalir. Wuih, dingin, suegeeerrr. Fresh gitu loh.
Bila anda saat ini pernah melewati Jalan (Terusan) Sariasih I, ketika itu akses jalan menuju Setraduta serta Politeknik ITB (saat ini Politeknik Negeri Bandung) belum ada. Jembatan yang pas ada di dekat SLB juga sesungguhnya belum ada. Jembatan (yang waktu itu masihlah tanpa ada pagar) itu mulai di bangun saat SLB berdiri (serta Setraduta dan jalan menuju Politeknik ITB belum ada. Yang ada cuma Politeknik ITB-nya saja serta mahasiswanya masihlah menggunakan Jalan Terusan Gegerkalong Hilir. Jadi angkotnya masihlah memakai Gegerkalong-Ciwaruga lantaran Gegerkalong-Polban baru ada terakhir).
Kembali pada narasi Curug Aleh. Di Curug Aleh berikut ada penambangan batu (saat ini telah berhenti). Ingin bukti? Lihatlah di belakang TK/SD Al Azhar di Jalan Tirtasari III No. 1 Bandung. Di atasnya ada perumahan, bukan? Nah, dibawah perumahan itu ada gunung batu.
Walau tidak selamanya berenang dibawah guyuran air terjun (Curug Aleh), kami senantiasa menyebutnya Curug Aleh. Air sungainya juga masihlah jernih, terkecuali bila banjir bandang jadi airnya jadi kecoklatan.
Sekurang-kurangnya, ada empat lokasi favorite untuk berenang di lokasi ini. (Sayang, saat ini tempatnya tertutup oleh perumahan). Pertama, pas dibawah air terjun (Curug Aleh). Ke-2, saat ini menghadap lurus di belakang TK/SD Al Azhar serta perumahan. Ketiga, saat ini menghadap lurus di Jalan Tirtasari III. Ke empat, pas di samping kanan jembatan bila kita ingin menghadap ke Politeknik Negeri Bandung. (Seperti ditulis tadi, waktu itu, Setraduta, SLB, serta jembatan, termasuk juga akses jalan raya menuju Politeknik ITB belum di bangun. Jadi, kondisi masihlah sepi serta air sungai belum terganggu polusi. Jadi, ceritanya, yang di bangun terlebih dulu itu SLB berbarengan jembatannya, Sertaduta, serta lantas akses jalan menuju Politeknik ITB).
Sebenarnya, ada satu tempat lagi yang lebih “elite” yakni di lokasi Politeknik ITB (saat ini sudah jadi Masjid Lukman Nul Hakim). “Kolam renang” itu adalah danau atau tempat penampungan air saja. Waktu itu kan sebagian gedung Politeknik ITB tengah di bangun. Akses jalan menuju ke tempat ini masihlah berbentuk segi “bukit” (bila saat ini, pagar benteng). Nah, di bawahnya yaitu akses jalan aspal yang kita kenal atau lalui saat ini. Waktu itu, jalan aspal ini masihlah berbentuk perkebunan. Saya masihlah ingat saat saya serta rekan-rekan masihlah nakal-nakalnya seringkali “mengganggu” tanaman di perkebunan itu walau cuma secuil. Ya, petik-petik daunlah. Sedikit, cuma satu atau dua he he he.
Kembali pada ke narasi Curug Aleh. Waktu itu daerah ini juga adalah perlintasan bila kita ingin ke Kampung Cianting (untuk memancing) serta Politeknik ITB (untuk berenang). Diluar itu, ada saatnya kita juga membawa makanan untuk botram (makan berbarengan). Ada satu situasi lagi yang khas : nada mobil truk yang tengah membawa batu yang ditambang di penambangan batu. Truk-truk pengangkut batu itu kerapkali melalui Jalan Sarimanah II.
Dalam perubahannya, di lokasi Curug Aleh di bangun perumahan (Jalan Tirtasari ; Jalan Tirtasari I, II, serta III ; Jalan Tirtasari Selatan). Tetapi, sepengetahuan saya, jauh sebelumnya itu (jadi saat masa Curug Aleh “berjaya”), di lokasi ini sudah di bangun fondasi-fondasinya. Sayang, sebelumnya didirikan bangunan, fondasi-fondasi itu tertutupi rumput-rumput liar. Di lokasi yang saat ini di bangun TK/SD Al Azhar berikut saya serta rekan-rekan bermain rumah-rumahan dari tanah (suasananya seperti rumah-rumahan dari pasir saat bermain di pantai). Waktu itu, di daerah ini ada air jernih yang mengalir hingga terkecuali tangan-tangan kami tetaplah bersih (lantaran dicuci), juga aliran air itu jadikan miniatur bendungan (aliran air yang dibendung). Kami umum bermain rumah-rumahan atau bendung-bendungan itu, baik sebelumnya ataupun sesudah berenang.
Tak lupa, bila digambarkan saat ini, lewat tanah yang saat ini dihuni TK/SD Al Azhar itu juga, kami umum menaiki gunung batu (seperti dalam kondisi mendaki tebing), baik sebelumnya ataupun sesudah pergi berenang di Curug Aleh. Saya juga masihlah ingat kalau ada saatnya ditempat ini digunakan oleh beberapa pendaki tebing.
Saat ini, terkecuali perumahan warga, di lokasi Curug Aleh ini berdiri TK/SD Al Azhar (terlebih dulu “Sari Aleh” Tennis Court) serta Bengkel NuArt. Tentang Bengkel NuArt ini, sebenarnya saya mempunyai ikatan emosional dengan beberapa pekerjanya. Tujuannya, beberapa pekerjanya (yang orang Bali) pernah mengontrak tempat tinggal di samping tempat tinggal saya serta sekitarnya. Mereka terasa dekat dengan keluarga saya. Keluarga saya masihlah berkesan dengan beberapa nada “ramai” saat rombongan pekerja saat pagi hari (pergi untuk bekerja), siang (istirahat), serta sore (pulang). Waktu itu, mereka tengah bikin patung Jalesveva Jayamahe (Di Laut Kita Jaya) yang saat ini berdiri tegak di Tanjung Perak, kota Surabaya. Oh ya, karena sangat dekatnya, beberapa orang Bali itu jadi kemampuan tim bola voli RT saya dalam acara Agustusan. Mereka juga juara!
Tidak banyak yang tahu kehadiran curug ini hal semacam ini karena tempatnya ada di lokasi hak punya orang lain. Walau demikian, lokasi air terjun Curug Aleh tak tertutup untuk umum. Siapa saja bisa masuk ke lokasi yang saat ini jadi punya perupa Nyoman Nuarta itu. Cuma saja, orang tak dapat dengan bebas keluar masuk lokasi ini. Terlebih mulai sejak satu tahun lebih ke belakang, di sekitaran curug ini jadi bengkel pembuatan patung raksasa Garuda Wisnu Kencana. Patung berikut yang lalu berdiri dengan megahnya di Pulau Dewata Bali.
Hulu aliran air terjun ini datang dari kaki Gunung Tangkuban Parahu di Lembang serta mengalir membuat aliran sungai Cibeureum. Uniknya, meskipun berlangsung krisis air akibat kemarau panjang, curug ini tidak pernah kering. Ketinggian curug ini sekitaran 7-10 m dengan kedalaman sungainya bekisar 70-100 cm
Legenda
Sebutan Aleh, di ambil dari nama seseorang tokoh disana pada jaman dahulu. Ia mati waktu bertapa di curug itu. Jasadnya tidak pernah diketemukan. Konon, tokoh sakti itu di ambil penghuni keraton gaib yang ada di sekitaran Curug.
Ada keraton gaib itu, tidak terlepas dari cerita seseorang lelaki bernama Aleh. Dia yaitu tokoh Sarijadi yang di kenal mempunyai kesaktian. Hobynya berkelana memperdalam pengetahuan kebatinan. Satu saat, Aleh bertapa di sekitaran curug. Beberapa orang di sekitaran curug yang tahu perbuatan Aleh bertapa. Tetapi hingga demikian saat, Aleh tidak pernah tampak lagi di kampung. Bahkan juga keluarganya juga tidak paham kehadiran Aleh.
Warga Sarijadi saat itu berusaha mencari Aleh bebrapa bila ia terjatuh ke basic curug. Tetapi hingga berhari-hari lamanya, Aleh tidak diketemukan. Hingga pihak keluarga serta orang-orang menyebutkan Aleh sudah hilang. Mulai sejak tersebut nampak desas-desus apabila badan Aleh di ambil oleh penghuni keraton gaib disana.
Lokasi
Terdapat di perbatasan pada kota Bandung dengan kabupaten Bnadung tepatnya di Desa Sarijadi, Kecamatan Sukasari, Kotamadya Kota Bandung, Jawa Barat.
Peta serta koordinat GPS : 6° 52' 36. 30 " S 107° 34' 26. 42 " E
Aksesbilitas
Akses jalan ke Curug Aleh ada dua yakni Jalan Sarimanah II (ke arah kanan) serta Jalan Sariasih I (ke arah kiri). Nah, maksud ke arah kanan serta ke arah kiri ini, sekarang ini di kenal sebagai Jalan Tirtasari. Sebelumnya hingga ditempat yang dituju (tempat berenang), kami kerapkali membersihkan muka di seke atau cinyusu. Ya, mata air demikianlah. Waktu itu, sekenya telah ditembok, jadi bukanlah berbentuk tanah lagi, namun airnya tetap masih mengalir. Wuih, dingin, suegeeerrr. Fresh gitu loh.
Bila anda saat ini pernah melewati Jalan (Terusan) Sariasih I, ketika itu akses jalan menuju Setraduta serta Politeknik ITB (saat ini Politeknik Negeri Bandung) belum ada. Jembatan yang pas ada di dekat SLB juga sesungguhnya belum ada. Jembatan (yang waktu itu masihlah tanpa ada pagar) itu mulai di bangun saat SLB berdiri (serta Setraduta dan jalan menuju Politeknik ITB belum ada. Yang ada cuma Politeknik ITB-nya saja serta mahasiswanya masihlah menggunakan Jalan Terusan Gegerkalong Hilir. Jadi angkotnya masihlah memakai Gegerkalong-Ciwaruga lantaran Gegerkalong-Polban baru ada terakhir).
Kembali pada narasi Curug Aleh. Di Curug Aleh berikut ada penambangan batu (saat ini telah berhenti). Ingin bukti? Lihatlah di belakang TK/SD Al Azhar di Jalan Tirtasari III No. 1 Bandung. Di atasnya ada perumahan, bukan? Nah, dibawah perumahan itu ada gunung batu.
Walau tidak selamanya berenang dibawah guyuran air terjun (Curug Aleh), kami senantiasa menyebutnya Curug Aleh. Air sungainya juga masihlah jernih, terkecuali bila banjir bandang jadi airnya jadi kecoklatan.
Sekurang-kurangnya, ada empat lokasi favorite untuk berenang di lokasi ini. (Sayang, saat ini tempatnya tertutup oleh perumahan). Pertama, pas dibawah air terjun (Curug Aleh). Ke-2, saat ini menghadap lurus di belakang TK/SD Al Azhar serta perumahan. Ketiga, saat ini menghadap lurus di Jalan Tirtasari III. Ke empat, pas di samping kanan jembatan bila kita ingin menghadap ke Politeknik Negeri Bandung. (Seperti ditulis tadi, waktu itu, Setraduta, SLB, serta jembatan, termasuk juga akses jalan raya menuju Politeknik ITB belum di bangun. Jadi, kondisi masihlah sepi serta air sungai belum terganggu polusi. Jadi, ceritanya, yang di bangun terlebih dulu itu SLB berbarengan jembatannya, Sertaduta, serta lantas akses jalan menuju Politeknik ITB).
Sebenarnya, ada satu tempat lagi yang lebih “elite” yakni di lokasi Politeknik ITB (saat ini sudah jadi Masjid Lukman Nul Hakim). “Kolam renang” itu adalah danau atau tempat penampungan air saja. Waktu itu kan sebagian gedung Politeknik ITB tengah di bangun. Akses jalan menuju ke tempat ini masihlah berbentuk segi “bukit” (bila saat ini, pagar benteng). Nah, di bawahnya yaitu akses jalan aspal yang kita kenal atau lalui saat ini. Waktu itu, jalan aspal ini masihlah berbentuk perkebunan. Saya masihlah ingat saat saya serta rekan-rekan masihlah nakal-nakalnya seringkali “mengganggu” tanaman di perkebunan itu walau cuma secuil. Ya, petik-petik daunlah. Sedikit, cuma satu atau dua he he he.
Kembali pada ke narasi Curug Aleh. Waktu itu daerah ini juga adalah perlintasan bila kita ingin ke Kampung Cianting (untuk memancing) serta Politeknik ITB (untuk berenang). Diluar itu, ada saatnya kita juga membawa makanan untuk botram (makan berbarengan). Ada satu situasi lagi yang khas : nada mobil truk yang tengah membawa batu yang ditambang di penambangan batu. Truk-truk pengangkut batu itu kerapkali melalui Jalan Sarimanah II.
Dalam perubahannya, di lokasi Curug Aleh di bangun perumahan (Jalan Tirtasari ; Jalan Tirtasari I, II, serta III ; Jalan Tirtasari Selatan). Tetapi, sepengetahuan saya, jauh sebelumnya itu (jadi saat masa Curug Aleh “berjaya”), di lokasi ini sudah di bangun fondasi-fondasinya. Sayang, sebelumnya didirikan bangunan, fondasi-fondasi itu tertutupi rumput-rumput liar. Di lokasi yang saat ini di bangun TK/SD Al Azhar berikut saya serta rekan-rekan bermain rumah-rumahan dari tanah (suasananya seperti rumah-rumahan dari pasir saat bermain di pantai). Waktu itu, di daerah ini ada air jernih yang mengalir hingga terkecuali tangan-tangan kami tetaplah bersih (lantaran dicuci), juga aliran air itu jadikan miniatur bendungan (aliran air yang dibendung). Kami umum bermain rumah-rumahan atau bendung-bendungan itu, baik sebelumnya ataupun sesudah berenang.
Tak lupa, bila digambarkan saat ini, lewat tanah yang saat ini dihuni TK/SD Al Azhar itu juga, kami umum menaiki gunung batu (seperti dalam kondisi mendaki tebing), baik sebelumnya ataupun sesudah pergi berenang di Curug Aleh. Saya juga masihlah ingat kalau ada saatnya ditempat ini digunakan oleh beberapa pendaki tebing.
Saat ini, terkecuali perumahan warga, di lokasi Curug Aleh ini berdiri TK/SD Al Azhar (terlebih dulu “Sari Aleh” Tennis Court) serta Bengkel NuArt. Tentang Bengkel NuArt ini, sebenarnya saya mempunyai ikatan emosional dengan beberapa pekerjanya. Tujuannya, beberapa pekerjanya (yang orang Bali) pernah mengontrak tempat tinggal di samping tempat tinggal saya serta sekitarnya. Mereka terasa dekat dengan keluarga saya. Keluarga saya masihlah berkesan dengan beberapa nada “ramai” saat rombongan pekerja saat pagi hari (pergi untuk bekerja), siang (istirahat), serta sore (pulang). Waktu itu, mereka tengah bikin patung Jalesveva Jayamahe (Di Laut Kita Jaya) yang saat ini berdiri tegak di Tanjung Perak, kota Surabaya. Oh ya, karena sangat dekatnya, beberapa orang Bali itu jadi kemampuan tim bola voli RT saya dalam acara Agustusan. Mereka juga juara!
Selasa, 09 Agustus 2016
Pasir Putih Pantai Pangandaran
AWAL 2012, Kementrian Pariwisata serta Ekonomi Kreatif melaunching 15 maksud wisata yang bakal jadi kuda hitam di th. ini. Saat ini kita bakal membahas semasing destinasi untuk jadi tips Anda apabila menginginkan berkunjung ke ke-15 tempat indah itu. Satu diantara destinasi yang disasar yaitu Pangandaran. Pangandaran yaitu satu kota kecil di Kabupaten Ciamis, Jawa Barat. Pangandaran terdapat di garis pantai selatan Pulau Jawa. Kelebihan paling utama Pangandaran yaitu pantainya yang indah, sebut saja Pantai Pasir Putih Pangandaran, Pantai Batu Hiu, serta Batu Karas.
“Pantai Pasir Putih pas untuk wisata keluarga serta anak-anak, namun untuk anak muda serta remaja, lebih cocok bila ke Batu Karas, ” papar Awal (25), wisatawan yang pernah bertandang ke Pangandaran, Kamis (12/1/2011).
Menurut Awal, Batu Karas yaitu pantai di Pangandaran yang masihlah sepi wisatawan. “Batu Karas belum banyak didatangi wisatawan, mungkin saja lantaran tempatnya yang cukup jauh dari Pantai Pasir Putih Pangandaran, ” imbuhnya.
Jarak dari Pangandaran ke Batu Karas meraih 1 jam perjalanan memakai alat transportasi ojek. Walau jauh, panorama indah Pantai Batu Karas bikin capek semua hilang. Pantainya landai, dengan air laut biru yang tenang serta cukup sepi dari wisatawan. Di sekitaran pantai ada warung-warung kecil yang jual makanan serta minuman enteng. Di sekitaran Batu Karas juga ada banyak pondok penginapan dengan harga yang terjangkau.
“Kalau ingin lebih sepi lagi, tinggal jalan sedikit menuju Pantai Batu Hiu, di situ betul-betul hampir tak ada orang, ” katanya. “Dari Batu Karas menuju Pantai Batu Hiu mesti trekking lagi kurang lebih sepanjang 20 menit, ” lanjutnya.
Jalur trekking menuju Pantai Batu Hiu cukup menantang lantaran mencakup jalur menaiki bukit serta menuruni lembah. Pantai ini diberi nama Batu Hiu lantaran ada batu yang tampak di laut pantai ini mirip sirip ikan hiu. Agar bisa memandangnya, Anda dapat naik bukit kecil sembari rasakan hembusan angin laut serta nikmati panorama samudra yang luas.
Terkecuali wisata pantai, ada pula atraksi tidak kalah menarik di Pangandaran, yakni Green Canyon. “Untuk menuju Green Canyon, kita mesti naik perahu dari muara Sungai Cijulang, dilanjutkan body rafting menuju dermaga object wisata Green Canyon itu, ” katanya. “Nanti waktu hingga di Green Canyon, ada batu setinggi 7 mtr. bernama batu payung, dimana kita bisa meloncat dari atasnya menuju Sungai Cijulang, ” imbuhnya.
Wisata Green Canyon pas untuk wisatawan yang sukai kesibukan pemacu adrenalin. Tetapi baiknya, berkunjung ke Green Canyon tak pada musim hujan lantaran debet air Sungai Cijulang bakal tinggi serta airnya condong jadi kecoklatan.
Demikian banyak wisata menarik di Pangandaran. Tetapi sayang, hal semacam ini tak di dukung dengan transportasi yang ideal menuju lokasi wisata ini. “Pantai-pantai di Pangandaran memanglah indah, tetapi saya masihlah bakal sebagian fikir dulu untuk berkunjung ke obyek wisata ini lagi lantaran perjalanan yang ditempuh cukup melelahkan, ” sahut Putry (22), salah seseorang wisatawan Pangandaran yang lain.
“Dari terminal Kampung Rambutan, saya mesti ubah bis lagi di Sukabumi atau Banjar menuju Pangandaran. Perjalanannya sekira 9-12 jam, ” keluhnya.
Ia merekomendasikan, transportasi menuju Pangandaran baiknya diperbanyak, juga di buka jalur-jalur jalan yang baru supaya saat perjalanan yang ditempuh tidaklah terlalu melelahkan.
“Namun memanglah, keindahan pasir putih di pantai-pantai Pangandaran dan akomodasinya yang murah jadi nilai lebih, selain kekurangan transportasinya itu, ” lebih Putry.
Ia menukaskan, di sekitaran Pangandaran ada banyak penginapan dengan harga terjangkau serta sarana yang komplit. “Dengan harga Rp100 ribu per malam saja telah bisa kamar yang nyaman, ” tuturnya.
Terkecuali Pangandaran, 14 destinasi sebagai unggulan di 2012 diantaranya Sabang, Toba, Kota Tua-Jakarta, Tanjung Puting, Bromo-Tengger-Semeru, Batur-Bali, Rinjani, Toraja, Derawan, Raja Ampat, Bunaken, Komodo-Kelimutu-Flores, Wakatobi, serta Borobudur.
“Pantai Pasir Putih pas untuk wisata keluarga serta anak-anak, namun untuk anak muda serta remaja, lebih cocok bila ke Batu Karas, ” papar Awal (25), wisatawan yang pernah bertandang ke Pangandaran, Kamis (12/1/2011).
Menurut Awal, Batu Karas yaitu pantai di Pangandaran yang masihlah sepi wisatawan. “Batu Karas belum banyak didatangi wisatawan, mungkin saja lantaran tempatnya yang cukup jauh dari Pantai Pasir Putih Pangandaran, ” imbuhnya.
Jarak dari Pangandaran ke Batu Karas meraih 1 jam perjalanan memakai alat transportasi ojek. Walau jauh, panorama indah Pantai Batu Karas bikin capek semua hilang. Pantainya landai, dengan air laut biru yang tenang serta cukup sepi dari wisatawan. Di sekitaran pantai ada warung-warung kecil yang jual makanan serta minuman enteng. Di sekitaran Batu Karas juga ada banyak pondok penginapan dengan harga yang terjangkau.
“Kalau ingin lebih sepi lagi, tinggal jalan sedikit menuju Pantai Batu Hiu, di situ betul-betul hampir tak ada orang, ” katanya. “Dari Batu Karas menuju Pantai Batu Hiu mesti trekking lagi kurang lebih sepanjang 20 menit, ” lanjutnya.
Jalur trekking menuju Pantai Batu Hiu cukup menantang lantaran mencakup jalur menaiki bukit serta menuruni lembah. Pantai ini diberi nama Batu Hiu lantaran ada batu yang tampak di laut pantai ini mirip sirip ikan hiu. Agar bisa memandangnya, Anda dapat naik bukit kecil sembari rasakan hembusan angin laut serta nikmati panorama samudra yang luas.
Terkecuali wisata pantai, ada pula atraksi tidak kalah menarik di Pangandaran, yakni Green Canyon. “Untuk menuju Green Canyon, kita mesti naik perahu dari muara Sungai Cijulang, dilanjutkan body rafting menuju dermaga object wisata Green Canyon itu, ” katanya. “Nanti waktu hingga di Green Canyon, ada batu setinggi 7 mtr. bernama batu payung, dimana kita bisa meloncat dari atasnya menuju Sungai Cijulang, ” imbuhnya.
Wisata Green Canyon pas untuk wisatawan yang sukai kesibukan pemacu adrenalin. Tetapi baiknya, berkunjung ke Green Canyon tak pada musim hujan lantaran debet air Sungai Cijulang bakal tinggi serta airnya condong jadi kecoklatan.
Demikian banyak wisata menarik di Pangandaran. Tetapi sayang, hal semacam ini tak di dukung dengan transportasi yang ideal menuju lokasi wisata ini. “Pantai-pantai di Pangandaran memanglah indah, tetapi saya masihlah bakal sebagian fikir dulu untuk berkunjung ke obyek wisata ini lagi lantaran perjalanan yang ditempuh cukup melelahkan, ” sahut Putry (22), salah seseorang wisatawan Pangandaran yang lain.
“Dari terminal Kampung Rambutan, saya mesti ubah bis lagi di Sukabumi atau Banjar menuju Pangandaran. Perjalanannya sekira 9-12 jam, ” keluhnya.
Ia merekomendasikan, transportasi menuju Pangandaran baiknya diperbanyak, juga di buka jalur-jalur jalan yang baru supaya saat perjalanan yang ditempuh tidaklah terlalu melelahkan.
“Namun memanglah, keindahan pasir putih di pantai-pantai Pangandaran dan akomodasinya yang murah jadi nilai lebih, selain kekurangan transportasinya itu, ” lebih Putry.
Ia menukaskan, di sekitaran Pangandaran ada banyak penginapan dengan harga terjangkau serta sarana yang komplit. “Dengan harga Rp100 ribu per malam saja telah bisa kamar yang nyaman, ” tuturnya.
Terkecuali Pangandaran, 14 destinasi sebagai unggulan di 2012 diantaranya Sabang, Toba, Kota Tua-Jakarta, Tanjung Puting, Bromo-Tengger-Semeru, Batur-Bali, Rinjani, Toraja, Derawan, Raja Ampat, Bunaken, Komodo-Kelimutu-Flores, Wakatobi, serta Borobudur.
Langganan:
Postingan (Atom)