Rabu, 10 Agustus 2016

Wisata Curug Aleh di Bandung

Curug Aleh yaitu nama satu air terjun di lokasi Sarijadi Bandung. Curug ini di kenal angker. Banyak narasi mistik dipetik dari lokasi ini. Diluar itu curug ini sering jadikan arena arena ngalap pengetahuan.



Tidak banyak yang tahu kehadiran curug ini hal semacam ini karena tempatnya ada di lokasi hak punya orang lain. Walau demikian, lokasi air terjun Curug Aleh tak tertutup untuk umum. Siapa saja bisa masuk ke lokasi yang saat ini jadi punya perupa Nyoman Nuarta itu. Cuma saja, orang tak dapat dengan bebas keluar masuk lokasi ini. Terlebih mulai sejak satu tahun lebih ke belakang, di sekitaran curug ini jadi bengkel pembuatan patung raksasa Garuda Wisnu Kencana. Patung berikut yang lalu berdiri dengan megahnya di Pulau Dewata Bali.

Hulu aliran air terjun ini datang dari kaki Gunung Tangkuban Parahu di Lembang serta mengalir membuat aliran sungai Cibeureum. Uniknya, meskipun berlangsung krisis air akibat kemarau panjang, curug ini tidak pernah kering. Ketinggian curug ini sekitaran 7-10 m dengan kedalaman sungainya bekisar 70-100 cm

Legenda

Sebutan Aleh, di ambil dari nama seseorang tokoh disana pada jaman dahulu. Ia mati waktu bertapa di curug itu. Jasadnya tidak pernah diketemukan. Konon, tokoh sakti itu di ambil penghuni keraton gaib yang ada di sekitaran Curug.

Ada keraton gaib itu, tidak terlepas dari cerita seseorang lelaki bernama Aleh. Dia yaitu tokoh Sarijadi yang di kenal mempunyai kesaktian. Hobynya berkelana memperdalam pengetahuan kebatinan. Satu saat, Aleh bertapa di sekitaran curug. Beberapa orang di sekitaran curug yang tahu perbuatan Aleh bertapa. Tetapi hingga demikian saat, Aleh tidak pernah tampak lagi di kampung. Bahkan juga keluarganya juga tidak paham kehadiran Aleh.

Warga Sarijadi saat itu berusaha mencari Aleh bebrapa bila ia terjatuh ke basic curug. Tetapi hingga berhari-hari lamanya, Aleh tidak diketemukan. Hingga pihak keluarga serta orang-orang menyebutkan Aleh sudah hilang. Mulai sejak tersebut nampak desas-desus apabila badan Aleh di ambil oleh penghuni keraton gaib disana.
Lokasi

Terdapat di perbatasan pada kota Bandung dengan kabupaten Bnadung tepatnya di Desa Sarijadi, Kecamatan Sukasari, Kotamadya Kota Bandung, Jawa Barat.

Peta serta koordinat GPS : 6° 52' 36. 30 " S 107° 34' 26. 42 " E

Aksesbilitas

Akses jalan ke Curug Aleh ada dua yakni Jalan Sarimanah II (ke arah kanan) serta Jalan Sariasih I (ke arah kiri). Nah, maksud ke arah kanan serta ke arah kiri ini, sekarang ini di kenal sebagai Jalan Tirtasari. Sebelumnya hingga ditempat yang dituju (tempat berenang), kami kerapkali membersihkan muka di seke atau cinyusu. Ya, mata air demikianlah. Waktu itu, sekenya telah ditembok, jadi bukanlah berbentuk tanah lagi, namun airnya tetap masih mengalir. Wuih, dingin, suegeeerrr. Fresh gitu loh.

Bila anda saat ini pernah melewati Jalan (Terusan) Sariasih I, ketika itu akses jalan menuju Setraduta serta Politeknik ITB (saat ini Politeknik Negeri Bandung) belum ada. Jembatan yang pas ada di dekat SLB juga sesungguhnya belum ada. Jembatan (yang waktu itu masihlah tanpa ada pagar) itu mulai di bangun saat SLB berdiri (serta Setraduta dan jalan menuju Politeknik ITB belum ada. Yang ada cuma Politeknik ITB-nya saja serta mahasiswanya masihlah menggunakan Jalan Terusan Gegerkalong Hilir. Jadi angkotnya masihlah memakai Gegerkalong-Ciwaruga lantaran Gegerkalong-Polban baru ada terakhir).

Kembali pada narasi Curug Aleh. Di Curug Aleh berikut ada penambangan batu (saat ini telah berhenti). Ingin bukti? Lihatlah di belakang TK/SD Al Azhar di Jalan Tirtasari III No. 1 Bandung. Di atasnya ada perumahan, bukan? Nah, dibawah perumahan itu ada gunung batu.
Walau tidak selamanya berenang dibawah guyuran air terjun (Curug Aleh), kami senantiasa menyebutnya Curug Aleh. Air sungainya juga masihlah jernih, terkecuali bila banjir bandang jadi airnya jadi kecoklatan.

Sekurang-kurangnya, ada empat lokasi favorite untuk berenang di lokasi ini. (Sayang, saat ini tempatnya tertutup oleh perumahan). Pertama, pas dibawah air terjun (Curug Aleh). Ke-2, saat ini menghadap lurus di belakang TK/SD Al Azhar serta perumahan. Ketiga, saat ini menghadap lurus di Jalan Tirtasari III. Ke empat, pas di samping kanan jembatan bila kita ingin menghadap ke Politeknik Negeri Bandung. (Seperti ditulis tadi, waktu itu, Setraduta, SLB, serta jembatan, termasuk juga akses jalan raya menuju Politeknik ITB belum di bangun. Jadi, kondisi masihlah sepi serta air sungai belum terganggu polusi. Jadi, ceritanya, yang di bangun terlebih dulu itu SLB berbarengan jembatannya, Sertaduta, serta lantas akses jalan menuju Politeknik ITB).

Sebenarnya, ada satu tempat lagi yang lebih “elite” yakni di lokasi Politeknik ITB (saat ini sudah jadi Masjid Lukman Nul Hakim). “Kolam renang” itu adalah danau atau tempat penampungan air saja. Waktu itu kan sebagian gedung Politeknik ITB tengah di bangun. Akses jalan menuju ke tempat ini masihlah berbentuk segi “bukit” (bila saat ini, pagar benteng). Nah, di bawahnya yaitu akses jalan aspal yang kita kenal atau lalui saat ini. Waktu itu, jalan aspal ini masihlah berbentuk perkebunan. Saya masihlah ingat saat saya serta rekan-rekan masihlah nakal-nakalnya seringkali “mengganggu” tanaman di perkebunan itu walau cuma secuil. Ya, petik-petik daunlah. Sedikit, cuma satu atau dua he he he.

Kembali pada ke narasi Curug Aleh. Waktu itu daerah ini juga adalah perlintasan bila kita ingin ke Kampung Cianting (untuk memancing) serta Politeknik ITB (untuk berenang). Diluar itu, ada saatnya kita juga membawa makanan untuk botram (makan berbarengan). Ada satu situasi lagi yang khas : nada mobil truk yang tengah membawa batu yang ditambang di penambangan batu. Truk-truk pengangkut batu itu kerapkali melalui Jalan Sarimanah II.

Dalam perubahannya, di lokasi Curug Aleh di bangun perumahan (Jalan Tirtasari ; Jalan Tirtasari I, II, serta III ; Jalan Tirtasari Selatan). Tetapi, sepengetahuan saya, jauh sebelumnya itu (jadi saat masa Curug Aleh “berjaya”), di lokasi ini sudah di bangun fondasi-fondasinya. Sayang, sebelumnya didirikan bangunan, fondasi-fondasi itu tertutupi rumput-rumput liar. Di lokasi yang saat ini di bangun TK/SD Al Azhar berikut saya serta rekan-rekan bermain rumah-rumahan dari tanah (suasananya seperti rumah-rumahan dari pasir saat bermain di pantai). Waktu itu, di daerah ini ada air jernih yang mengalir hingga terkecuali tangan-tangan kami tetaplah bersih (lantaran dicuci), juga aliran air itu jadikan miniatur bendungan (aliran air yang dibendung). Kami umum bermain rumah-rumahan atau bendung-bendungan itu, baik sebelumnya ataupun sesudah berenang.

Tak lupa, bila digambarkan saat ini, lewat tanah yang saat ini dihuni TK/SD Al Azhar itu juga, kami umum menaiki gunung batu (seperti dalam kondisi mendaki tebing), baik sebelumnya ataupun sesudah pergi berenang di Curug Aleh. Saya juga masihlah ingat kalau ada saatnya ditempat ini digunakan oleh beberapa pendaki tebing.

Saat ini, terkecuali perumahan warga, di lokasi Curug Aleh ini berdiri TK/SD Al Azhar (terlebih dulu “Sari Aleh” Tennis Court) serta Bengkel NuArt. Tentang Bengkel NuArt ini, sebenarnya saya mempunyai ikatan emosional dengan beberapa pekerjanya. Tujuannya, beberapa pekerjanya (yang orang Bali) pernah mengontrak tempat tinggal di samping tempat tinggal saya serta sekitarnya. Mereka terasa dekat dengan keluarga saya. Keluarga saya masihlah berkesan dengan beberapa nada “ramai” saat rombongan pekerja saat pagi hari (pergi untuk bekerja), siang (istirahat), serta sore (pulang). Waktu itu, mereka tengah bikin patung Jalesveva Jayamahe (Di Laut Kita Jaya) yang saat ini berdiri tegak di Tanjung Perak, kota Surabaya. Oh ya, karena sangat dekatnya, beberapa orang Bali itu jadi kemampuan tim bola voli RT saya dalam acara Agustusan. Mereka juga juara!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.